Sunday, February 6, 2011

SAPI POTONG (seri: usaha mandiri)

(dari blog orang lain)

BUDIDAYA SAPI POTONG

I. Pendahuluan.

Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.

II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.

B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.

C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.

D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

PENGGEMUKAN SAPI biaya

(dari blog orang lain)

Jenis Usaha                              : Penggemukan Sapi
Lama Usaha                             : 1 (satu)  tahun atau (min 10 bln)
Jenis Ternak                            : Sapi Limousin/Sapi Siemental
Jenis sapi Limousin
Kebutuhan Dana Minimal     :  berkisar 3 – 4 juta (harga per ekor sapi bakalan)
Estimasi Keuntungan Minimal : 80% dari Modal
Lokasi Usaha                              : Situbondo
Sistem usaha                              : Bagi Hasil dari keuntungan
Dengan Perincian:
                                                     – 40% Pemilik Modal
                                                     – 40% Pemelihara
                                                     – 10% Administrasi, Transportasi, dll
Deskripsi usaha                         :
Modal di perlukan untuk membeli sapi bakalan jenis Limousin/ Siemental yang berusia antara 3 – 5 bulan. Jenis sapi ini di pilih karena keunggulan dari segi ketahanan, pertumbuhan, harga dan kemudahan pemeliharaan. Sapi jenis Limousin/Siemental lebih besar dan lebih berat jika di bandingkan dengan sapi jenis lain spt Ongole, Brahman dan Sapi Perah.
Sapi bakalan akan dipelihara antara 10-12 bulan, tergantung pada umur dan pakan. Pada bulan pemeliharaan ke-10 sampai 12, sapi tersebut layak untuk di jual.
Harga sapi bakalan antara 3 – 4 juta, dan sapi siap jual antara  5 – 7 juta, sehingga keuntungan minimal 80% (pada masa tertentu bisa lebih besar)
Faktor Resiko                : Penyakit dan Kematian, Pencurian, Bencana Alam
Penanggungan Resiko  : Resiko di tanggung sepenuhnya oleh pemilik Modal
Pengalaman                  :

SAPI PERAH (tertarik?)

(dari blog orang lain)

Sapi Perah di Indonesia
Last Updated on Friday, 07 January 2011 22:53 Saturday, 08 January 2011 06:00
Written by Abrianto W. Wibisono
0 Comments
E-mail Print PDF

[sapi perah di indonesia]

Keberadaan sapi perah di Indonesia berawal pada kebutuhan Susu Sapi segar bagi orang eropa yang bekerja di perkebunan-perkebunan milik belanda. ternak sapi perah pertama yang diimpor adalah jenis Sapi Hissar, yang didatangkan ke daerah Sumatra Timur, terutama di Medan dan Deli Serdang, pada tahun 1885. Sapi Hissar ini kemudian dipelihara oleh peternak sapi yang berasal dari India, yang memang telah lama menetap di daerah Sumatra Timur. Walaupun produksinya sangat rendah, peternakan sapi yang sudah ada dapat mencukupi kebutuhan lokal.

Dalam perkembangannya, kebutuhan akan Susu Sapi terus meningkat sesuai dengan jumlah orang eropa yang datang ke Indonesia. Belanda kemudian memutuskan untuk mendatangkan sapi jantan jenis Fresian Holstein ke Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 1891. Sapi pejantan ini digunakan untuk meningkatkan (grading-up) sapi –sapi lokal menjadi sapi perah. Kemudian pada tahun 1900 kembali didatangkan sapi Fresian Holstein ke daerah Lembang, Jawa Barat. Yang kemudian berkembang pesat dan menyebar ke daerah-daerah lain di sekitar Jawa Barat.

Pada tahun 1939, 22 ekor sapi pejantan Fresian Holstein didatangkan ke daerah Grati , Pasuruan. Sapi ini melengkapi sapi perah jenis lain seperti : Milking Shorthorn, Ayrshire dan Jersey, yang telah didatangkan sebelumnya dari Australia.

Grading-up ini menghasilkan sapi perah bangsa baru yang nantinya dikenal dengan nama sapi Grati. Sapi jenis ini telah mendapat pengakuan Internasipnal sebagai bangsa sapi perah Indonesia. Namun karena tidak ada pembinaan, kemampuan produksi sapi Grati kian hari kian menurun, termasuk juga populasinya.

Pada tahun 1957, pemerintah mengimpor sapi perah jenis Red Danish dari Denmark. Sangat disayangkan populasi sapi jenis ini tidak juga dapat berkembang baik di Indonesia, karena peternak tidak menyukainya. Untuk memenuhi kebutuhan susu yang terus meningkat, pemerintah beberapa kali mengimpor sapi dari beberapa Negara seperti :